03Apr, 2012

Kompas: Mengukuhkan Diri di Dunia LCC

Logo_New_CitilinkSatu hingga dua dekade silam, bepergian dengan pesawat terbang didominasi oleh mereka yang berkocek tebal. Sementara yang kantungnya terbatas, cukup puas menggunakan moda transportasi darat, laut, atau bersabar sampai uangnya cukup untuk membeli tiket pesawat terbang. Namun zaman berubah. Dengan adanya penerbangan berbiaya murah, kini semakin banyak orang yang bisa bepergian dengan “si burung besi”.

Mengusung konsep yang lebih menekankan pada core product dalam penerbangan, seperti destinasi, kapasitas, waktu, dan frekuensi penerbangan, penerbangan berbiaya murah atau low cost carrier (LCC) menjadi sebuah lompatan besar.

Semua itu tak lepas dari ide Rollin King dan Herb Kelleher yang pada tahun 1970-an yang menjalankan penerbangan yang berbeda. Caranya, menerbangkan penumpang ke berbagai tujuan dengan harga tiket termurah, tetapi tidak ada lagi penundaan keberangkatan.

Cara yang kemudian membuat Southwest Airlines memulai penerbangan dari Dallas, Houstan, dan San Antonio ini akhirnya diikuti oleh maskapai lain. Maskapai tersebut misalnya Ryanair dari Irlandia, Easyjet, Go, Buzz, dan BabyBmi di Eropa.

Konsep penerbangan ini kemudian menular ke seantero dunia, termasuk Asia yang mulai menerapkannya sejak sekitar satu dekade lalu. “Di semua negara, LCC hadir dengan alasan yang sama, semua orang ingin pergi dengan biaya murah. LCC dibuat agar biaya perjalanan dengan pesawat lebih terjangkau dan masif, mengingat populasi makin besar dan tujuan orang bepergian tidak hanya untuk berwisata, tetapi juga berbisnis,” kata VP Citilink PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Con Korfiatis.

Con menambahkan, pasar penerbangan di Indonesia, khususnya kelas LCC, sangat besar dalam jangka pendek dan jangka panjang. Selain karena kondisi perekonomian yang membaik, Con melihat bahwa jumlah penduduk Indonesia yang sekitar 240 juta menjadi potensi yang menarik.

Ia mencontohkan beberapa negara seperti Singapura. Dengan jumlah penduduk sekitar 4-5 juta, tercatat ada 10 juta penumpang pesawat terbang. Sementara Indonesia yang jumlah penduduknya sekitar 240 juta jiwa, tercatat hanya 140 juta penumpang setiap tahun, atau sama dengan 60 persen dari total jumlah penduduk.

Atau, Australia dengan jumlah penduduk 24 juta orang, tetapi tercatat ada 70-80 juta penumpang pesawat terbang. Dengan demikian, bisa dibayangkan seberapa besar potensi yang ada di Indonesia jik bisa digarap dengan baik.

Selain jumlah penduduk dan kondisi perekonomian yang membaik, hal lain yang tampaknya akan mendorong kemajuan LCC di Indonesia adalah prediksi sebagai kalangan bahwa dalam kurun dua hingga tiga tahun mendatangkan akan terjadi peningkatan jumlah penduduk kelas menengah. Hal tersbut tentu saja menjanjikan jumlah penumpang LCC yang lebih besar, baik untuk wisata meupun bisnis.

Pengembangan

Sebagai Unit Usaha Strategis dari PT Garuda Indonesia Tbk untuk jasa LCC, Citilink yang telah 11 tahun berkiprah melakukan rebranding. Selain menumbuhkan pengertian lebih jelas terhadap Citilink, langkah tersebut bertujuan antara lain memperkuat posisi perusahaan di tingkat global.

Rebranding ini mewakili sesuatu yang baru di Citilink. Hal ini dapat dilihat bukan hanya pada pesawatnya, tetapi juga pada situs, seragam, interior, dan tayangan iklan yang lebih segar. Bisa dilihat sekarang ini pada logo baru Citilink yang berwarna hijau,” ujar Con.

Perubahan logo Citilink memang menjadi salah satu keutamaan dalam rebranding yang dilakukan perusahaan penerbangan tersebut. Selain tampak lebih segar, logo tersebut tampak lebih sederhana, dinamis, dan modern, seperti poin-poin yang tengah dikembangkan oleh Citilink.

Con menambahkan bahwa yang menjadi tujuan dari Citilink pada saat ini adalah bukan untuk menjadikan dirinya berbeda dengan yang lain, tetapi bagaimana bisa memberikan pengaruh dan layanan terbaik kepada konsumen. Untuk itu, selain membuka rute baru yang selama ini diharapkan konsumen, dalam masa mendatang Citilink juga akan mengembangkan skala bisnis.

Wujud pengembangan tersebut misalnya pada tahun ini, Citilink berusaha untuk menambahkan jumlah armada Airbus A320 hingga empat kali lipat, dari 5 menjadi 20 buat pesawat. Di samping itu, Citilink akan menambah jaringan bar seperti ke Yogyakarta, Padang dan Pekanbaru.

“Kalau dilihat, pasar penerbangan itu tumbuh 20 hingga 30 persen setiap tahun. Ini menjadi salah satu yang mendorong kami melakukan pengembangan. Target kami, akhir tahun ini kami melayani 125 penerbangan sehari. Dari sisi penumpang, kami mencatat ada 1,6 juta penumpang pada tahun lalu, kami targetkan pada 2012 adalah 4 juta orang. Sementara pada akhir 2015, kami akan menambah 50 pesawat Airbus A32,” kata Con.

Apresiasi

Apa yang selama ini dilakukan Citilink tidak sia-sia, hal ini dibuktikan dengan bermacam prestasi dan pencapaian yang telah diraih. Seperti pada Februari lalu, maskapai ini didapuk sebagai Best Overall Marketing Campaign dalam Best Overall Marketing Campaign dalam The Budgies and Travel Awards yang diadakan di Singapura pada 9 Februari silam, bersamaan dengan Low Cost Airlines World Conference.

The Budgies and Travel Awards adalah penghargaan yang diberikan kepada pemimpin, inovator, divisi kreatif, dan pelopor di Industri LCC di kawasan Asia Pasifik. Dengan kata lain, penghargaan tersebut menjadi sebuah pengakuan terhadap individu, tim dan perusahaan penerbangan yang telah menunjukkan kinerja terbaik dalam mencapai kesuksesan.

Adapun dalam The Budgies and Travel Award 2012, Citilink menjadi finalis untuk tiga kategori yaitu Budgies and Travel Awards 2012-Best Overall Marketing Campaign, Budgies and Travel Awards 2012-Best Print Advertisement, dan Budgies and Travel Awards 2012-Best Social Media.

Leave a Reply

%d bloggers like this: