JAKARTA – Perusahaan pengelola menara, PT Tower Bersama Infratructure Tbk (TBIG), telah menyelesaikan akuisisi PT Mitrayasa Sarana Informasi (MSI/Infratel) senilai Rp 200 miliar.
Perseroan secara otomatis memeiliki portofolio Infratel yang terdiri atas 263 site menara dan 332 site shelter-only, yang melayani 672 tenants.
“Sumber dana akuisisi tersebut seluruhnya berasal dari hasil penawaran umum saham perdana (initial public offering/ IPO) tahun lalu,” ujar Direktur TBIG Helmy Yusman Santoso di Jakarta kemarin.
Menurut dia, penyelesaian akusisi berlangsung pada 9 Agustus 2011. Akuisisi tersebut sempat mengalami kemunduran dari rencana sebelumnya yaitu pada Juli 2011. Mundurnya akuisisi tersebut karena perseroan masih membutuhkan waktu untuk melakukan klarifikasi tower dalam proses due diligence ( uji tuntas). Selain itu, perseroan juga masih haris menyelesaikan proses legal dari transaksi tersebut.
Helmy mengatakan, akuisisi tersebut akan berdampak signifikan pada kinerja perseroan. Masuknya menara-menara baru tersebut akan mendongkrak revenue dan EBITDA (laba sebelum pajak) di masa mendatang. “Itu akan menaikkan pendapatan dan EBITDA di atas 10%,” katanya.
Hingga Juni 2011, TBIG telah memiliki sebanyak 5.381 tenant. Dengan tambahan tenant dari Infratel, jumlah tenant yang akan dimiliki sebanyak 6.053. Tahun ini TBIG menganggarkan belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar USD120 juta dari dana IPO. Dana itu termasuk untuk akuisisi dan pembangunan. Sumber dana capex tersebut menurut Helmy sudah digunakan untuk pembangunan tower.
Selain itu, lanjut dia, perseroan masih memiliki fasilitas pinjaman sebesar USD350 juta yang bisa dicairkan tahun ini. “Fasilitas pinjaman tersebut merupakan bagian dari fasiliras pinjaman sindikasi dari sejumlah bank senilai total USD2 miliar tahun lalu,” katanya.
Helmy menambahkan, perseroan telah menggunakan USD275 juta untuk penambahan tenant baru sebanyak 350 tenant pada April 2011. Sementara untuk posisi kas TBIG, saat ini mencapai Rp 800 miliar. Untuk penggunaan capex tahun ini, alokasinya sekitar 70% atau sebesar USD 84 juta untuk pembangunan menara baru. Sementara kauisisi dialokasikan sebesar USD 36 juta. Dana alokasi untuk akuisisi, lanjut dia, dapat bertambah sesuai kebutuhan dan harga negoisasi yang disepakati. Besaran penambahan bisa mencapai 30% capex tersebut.
Sementara untuk pembangunan menara, lanjut dia, akan dilakukan sesuai dengan permintaan tenant. Sejauh ini, pembangunan tower yang dilakukan perseroan sudah 100% occupancy. Artinya, setiap tower sudah memiliki minimal satu tenant.
Analisis PT Woori Korindo Securities Indonesia Teuku Hendry Andrian mengatakan, bisnis TBIG sangat ditentukan oleh perkembangan industry telekomunikasi (telco) secara keseluruhan. Seiring dengan masih pesatnya pertumbuhan industri telco, kinerja TBIG diperkirakan akan meningkat. Pasalnya, pengelolaan menara provider terbesar di Indonesia saat ini hampir seluruhnya dilakukan outsource, yaitu perusahaan pengelola menara seperti TBIG.
Tulisan ini bersumber dari : Seputar Indonesia edisi 11 Agustus 2011 oleh Juni Triyanto
Leave a Reply