25Mar, 2011

Tower Bersama Group Mengumumkan Kinerja Keuangan 2010

logo_TOWERJakarta, 24 Maret 2011 – Pada hari ini, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (“TBIG”) telah mempublikasikan laporan keuangannya yang telah diaudit untuk tahun yang berakhir tanggal 31 Desember 2010.

Ikhtisar Keuangan Penting dan Indikator Operasional

Selama tahun 2010 Perseroan telah berhasil meningkatkan pertumbuhan pendapatan proforma (proforma adalah laporan keuangan yang meliputi PT Solu Sindo Kreasi Pratama (“PT SKP”) selama satu tahun penuh), menjadi Rp 766 Miliar (sedangkan pendapatan konsolidasi berdasarkan laporan keuangan yang telah diaudit adalah sebesar Rp 671 Miliar), atau meningkat sebesar 125% jika dibandingkan dengan pendapatan tahun 2009. EBITDA proforma (laba sebelum bunga, pajak dan penyusutan) meningkat 127% dari Rp 257 Miliar tahun 2009 menjadi Rp 583 Miliar pada tahun 2010 (EBITDA konsolidasi berdasarkan laporan keuangan yang telah diaudit adalah Rp 513 Miliar pada tahun 2010). Demikian pula rasio EBITDA margin (rasio EBITDA terhadap pendapatan) meningkat dari sebelumnya 75.3% menjadi 76.4%.

Pada tanggal, per 1 Januari 2010 TBIG hanya memiliki 1.896 site penyewaan (tenant), namun jumlah ini telah meningkat secara signifikan menjadi 4.048 tenant pada 30 April 2010, setelah mengkonsolidasi SKP yang diakusisisi Perseroan pada tanggal 5 April 2010. Pada akhir 2010, jumlah tenant telah meningkat 149% menjadi 4.729 tenant. Pada akhir Maret 2011, diperkirakan jumlah tenant dari TBIG melampaui 5.000 tenant.

Sumber Pendanaan

“Bisnis tower adalah bidang usaha yang padat modal dengan biaya operasional yang relatif rendah jika dibandingkan dengan usaha lainnya. Sehingga, komponen beban bunga merupakan komponen beban yang utama jika dibandingkan dengan biaya operasional perusahaan. Maka dari itu, biaya pinjaman dan struktur pinjaman merupakan hal yang sangat vital bagi profitabilitas maupun arus kas perseroan.” ungkap Helmy Yusman Santoso, selaku Direktur Keuangan dan Corporate Secretary Perseroan.

Pada bulan November 2010, TBIG melakukan refinancing atas pinjaman yang ada dengan fasilitas pinjaman baru yang tergabung dalam program pinjaman sebesar USD 2 miliar yang bersifat ever green. Berdasarkan program pinjaman tersebut, Perseroan dapat terus menerbitkan seri pinjaman baru yang dapat berbentuk pinjaman bank bahkan obligasi, dengan persyaratan (covenants) yang telah disepakati sebelumnya tanpa harus melunasi pinjaman sebelumnya (existing debt).

Helmy menyebutkan beberapa dampak positif dari program pinjaman evergreen tersebut antara lain:

i. Tingkat suku bunga yang relatif jauh lebih rendah dibanding rata rata suku bunga pinjaman selama 2010;

ii. Arus kas keluar serta biaya komitmen dan fasilitas relatif semakin rendah karena kedepannya tidak memerlukan proses refinancing pada saat menambah pinjaman untuk mendorong percepatan pertumbuhan usaha;

iii. Pengeluaran biaya yang diperlukan untuk biaya professional fee juga akan berkurang karena bisa dimanfaatkan sepanjang umur fasilitas pinjaman; dan

iv. Prosedur penarikan dana tambahan sangat mudah, sehingga Perseroan dapat dengan segera memperoleh dana yang dibutuhkan untuk akuisisi maupun pembangunan menara baru.

Pada tahun 2010, Perseroan membukukan penghapusan biaya komitmen dan fasilitas yang belum diamortisasi sebesar Rp 50 miliar atas pinjaman sindikasi sebelumnya, karena pinjaman tersebut telah dibayar lunas lebih cepat dari jatuh temponya. Namun demikian, biaya serupa akan menurun secara signifikan di masa yang akan datang mengingat kedepannya Perseroan tidak memerlukan proses refinancing pinjaman lagi.

Proses program pinjaman yang telah rampung pada bulan November 2010 ini menyebabkan TBIG dapat melakukan pembayaran terhadap fasilitas pinjaman yang berbunga lebih tinggi, terutama pinjaman yang berasal dari PT SKP. Manfaat penghematan beban bunga ini baru mulai berdampak pada Perseroan pada 2 bulan terakhir di tahun 2010, dan akan dinikmati penuh pada tahun 2011 dan tahun selanjutnya.

Dalam program pinjaman ini, suku bunga US Dollar adalah menggunakan basis LIBOR dengan marjin 3.75% untuk semester pertama, dan akan menjadi 2.75% untuk periode selanjutnya (margin suku bunga Perseroan adalah berkisar antara 2.75% sampai dengan 3.75%), dimana penentuan suku bunga tersebut tergantung dari rasio Pinjaman terhadap EBITDA serta rasio pendapatan perusahaan dari operator telekomunikasi yang memiliki rating yang sehat. TBIG mempunyai kebijakan untuk melakukan lindung nilai terhadap risiko fluktuasi suku bunga dan selisih kurs, dan telah melakukan lindung nilai atas pinjaman diatas, sehingga suku bunga yang dibayar oleh Perseroan kedepannya hanya sekitar 9% dalam kurs Rupiah tetap.

Jumlah pinjaman pada tanggal 31 Desember 2010 adalah Rp 2,43 Triliun dan jumlah kas yang tersedia adalah Rp 1,1 Triliun, sehingga jumlah pinjaman bersih adalah Rp 1,43 Triliun. Dengan kondisi tersebut, maka rasio Net Debt to EBITDA proforma Perseroan hanya 2,3 kali, dimana rasio tersebut akan jauh lebih kecil apabila EBITDA menggunakan formula EBITDA bulan terakhir yang dianualisasi, seperti yang digunakan dalam perhitungan covenant dari program pinjaman.

Deviden

Pada Rapat Umum Pemegang Saham yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat, manajemen TBIG akan mengajukan usulan pembayaran deviden sebesar Rp 25 per saham.

Leave a Reply

%d bloggers like this: