“Bekalnya beda-beda setiap hari. Kadang nasi goreng pakai sosis, lain waktu cukup nasi putih dengan nugget atau mi goreng dengan telur,” kata ibu muda ini kepada Investor Daily di Jakarta, kemarin.
Terkadang, kata Grace, Cindy juga ikut terlibat menyiapkan makanan dan minuman yang akan dibawanya ke sekolah. Bukan hanya Cindy, sang suami pun kerap minta dibuatkan bekal untuk makan siang di kantor.
Menurut Grace, dia sangat menikmati rutinitas paginya tersebut “Kami jadi makin kompak satu sama lain. Selain itu, bawa bekal dari rumah juga membuat saya tenang, karena keluarga saya mengonsumsi makanan dan minuman yang lebih terjamin kebersihan dan kualitas gizinya. Selain itu, lebih ekonomis tentunya,” kata dia sambil tersenyum.
Sari Soegondo, wanita cantik yang bekerja di sebuah perusahaan public relations consultant mengaku jarang membawa bekal makanan ke kantor. “Saya kebetulan sering makan di luar dengan klien atau pun media. Jadi, saya jarang membawa bekal ke kantor,” katanya.
Namun, dia tak pernah absen membawa camilan, seperti kacang, kerupuk, dan lainnya, yang disimpan dalam wadah plastik dan selalu menghiasi meja kerjanya. Untuk urusan memilih wadah ini, dia mengaku sangat selektif “Yang saya pilih adalah produk yang bukan hanya terlihat cantik untuk diletakkan di atas meja kerja, tapi juga yang mampu menjaga kualitas makanan dan minuman yang saya bawa. Selain itu, produk harus berkualitas baik, dalam arti tidak mudah bocor atau pecah dan tidak bau. Lebih penting, aman bagi kesehatan. Soal harga tak masalah,” katanya kepada Investor Daily.
Hal senada dikemukakan Grace. Dia juga mengaku sangat hati-hati memilih wadah makanan bagi keluarga, terutama buat putrinya. “Saya pilih produk yang memang terjamin kualitasnya. Buat anak jangan coba-coba,” katanya sambil meniru slogan sebuah produk kesehatan.
Menurut Head of Centre Sentra Teknologi Polimer-BPPT Wawas Swathataf-rijiah, pemilihan wadah plastik yang baik, khususnya untuk bekal makanan, memang wajib dilakukan, karena bahan utama plastik adalah polimer dan monomer sisa. Beberapa plastik ada yang menggunakan BUer, seperti cal-sium carbonat dan carbon black sertapolystiren pada pembuatan styrofoam. Bahan tersebut menimbulkan bau khaspada plastik. Dalam kondisi tertentu, bahan tersebut bisa migrasi ke makanan dan berbahaya bagi kesehatan. Wadah plastik yang aman dipakai kotak bekal memiliki beberapa persyaratan, antara lain dibuat dari bahan asli dan tidak mengandung bahan tambahan (aditif) melebihi batas ambang yang ditentukan. Selain itu, memiliki ketahanan kimia tinggi, tidak berbau, dan mencantumkan persetujuan FDA (Food and Drug Administration).
Upaya Meminimalisasi
Managing Director PT Tupperware Indonesia Nining W Permana, mengatakan, gaya hidup yang sehat dan ramah lingkungan (hijau) bisa dilakukan mulai dari lingkup terkecil, yakni rumah tangga, bahkan individu. Sebagai sebuah perusahaan, pihaknya sangat peduli untuk menyebarkan edukasi seluas-luasnya kepada masyarakat mengenai gaya hidup hijau tersebut, melalui gerakan Tupperware Gaya Hidup Hijau. Tupperware merupakan perusahaan yang telah lebih dari 70 tahun berkecimpung dalam pembuatan produk plastik bermutu. Sementara di Indonesia, belum lama ini Tupperware merayakan 20 tahun kehadirannya di tengah keluarga Indonesia.
Salah satu bentuk gaya hidup sehat dan hijau adalah dengan menghindari atau setidaknya mengurangi pemakaian produk plastik yang tidak ramah lingkungan.
Caranya, cukup dengan melakukan beberapa langkah kecil, namun sangatberarti jika dilakukan secara berkesinambungan, antara lain dengan mengurangi penggunaan barang-barang yang mencemari lingkungan dalam kehidupan sehari-hari, seperti kantung plastik dan styroafoam untuk pembungkus makanan. Selain itu, kedua barang tersebut membahayakan kesehatan dan menjadi limbah bagi lingkungan.
Menyadari bahaya penggunaan plastik, belakangan produsen plastik memang telah memperbarui produk mereka menjadi lebih ramah lingkungan, yakni mudah terurai dibanding sebelumnya, karena berbahan baku polyethylene (PE) Degradable Grade Asrene. Dengan bahan baku ini, plastik bisa terurai dalam waktu empat bulan setelah terkena panas dan sinar ultraviolet serta terurai dalam kurun waktu dua tahun, dibandingkan produk lama yang harus memakan waktu 500 tahun untuk bisa terurai.
Namun, saat ini jumlah plastik tersebut masih diproduksi secara terbatas, di samping harga yang sedikit lebih mahal. Menurut data sebuah produsen bahan baku plastik terbesar di Tanah Air, saat ini baru sekitar 20% produsen yang memproduksi kantung plastik ramah lingkungan. Pasalnya, volume produksi polyethylene perusahaan itu per tahun sekitar 320 ribu ton dari berbagai jenis, sedangkan kebutuhan nasional mencapai 1,2-1,5 juta ton per tahun. Untuk itu, tak ada jalan lain, kecuali dengan sedapat mungkin mengurangi, jika belum bisa menghindari pemakaian kantung plastik.
Leave a Reply